In Self

Senin, 09 Desember 2019

PEMECAHAN MASALAH


PEMECAHAN MASALAH
A.  Pengertian Masalah
Beberapa ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak setiap pertanyaan otomatis merupakan suatu masalah. Suatu pertanyaan disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat terjadi bahwa bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur rutin tetapi bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin.
Jadi suatu pertanyaan dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi bisa hanya menjadi pertanyaan biasa bagi orang lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Schoenfeld (1985) yaitu bahwa definisi masalah selalu relatif bagi setiap individu. Kategori pertanyaan menjadi masalah atau pertanyaan hanyalah pertanyaan biasa ditentukan oleh ada atau tidaknya tantangan serta belum diketahuinya prosedur rutin pada pertanyaan tersebut.
Hal ini dikatakan oleh Cooney, (1975) bahwa suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin yang sudah diketahui oleh si pelaku. Suatu pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang dapat segera dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Suatu pertanyaan merupakan masalah bergantung kepada individu dan waktu. Artinya, suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang anak, tetapi mungkin bukan suatu masalah bagi anak lain. Demikian juga suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang anak pada suatu saat, tetapi bukan merupakan suatu masalah lagi bagi anak tersebut pada saat berikutnya, bila anak tersebut sudah mengetahui cara dan proses penyelesaian masalah tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang menunjukkan adanya suatu tantangan dan memerlukan pengorganisasian pengetahuan untuk menyelesaikannya serta bersifat relatif bagi setiap individu.
B.  Masalah Matematika
Ruseffendi (1988) mengungkapkan bahwa “masalah dalam matematika adalah sesuatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin”.
Menurut Fajar (dalam Munawir, 2008) masalah dalam matematika merupakan segala sesuatu yang dikehendaki untuk dikerjakan, sebuah pertanyaan yang tidak dapat dijawab langsung. Sehingga masalah dalam matematika dapat juga ditafsirkan sebagai suatu pertanyaan yang menghendaki suatu pemecahan.
Sehubungan dengan itu Herman dan Akbar (dalam Munawir, 2008) menegaskan bahwa suatu masalah tidak dapat dijawab langsung sebab masih harus menyeleksi informasi (data) yang diperoleh. Jawaban terhadap masalah tersebut tidak merupakan jawaban rutin dan mekanistik, namun merupakan strategi dengan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Dengan perkataan lain masalah yang dihadapkan kepada siswa haruslah sesuai dengan struktur kognitif siswa.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah dalam matematika adalah pertanyaan yang tidak dapat dijawab langsung karena pada titik awal belum diketahui aturan atau hukum yang dapat digunakan untuk mendapatkan jawabannya dan siswa merasa tertantang untuk menyelesaikannya.
C.  Jenis Masalah Matematika
Masalah dalam matematika dapat dibagi atas beberapa macam. Para ahli membagi masalah tersebut dalam berbagai jenis berdasarkan sudut pandang masing-masing. Menurut Polya (dalam Dindyal, 2005) masalah dibagi atas dua macam, yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. Hal ini sejalan dengan pendapat Sternberg dan Ben-Zeev (1996) bahwa masalah matematika terbagi atas masalah rutin dan masalah tidak rutin.
1.        Masalah rutin adalah suatu masalah yang semata-mata hanya merupakan latihan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan beberapa perintah atau algoritma. Contoh: (54 - 45) + (74 – 65) = ___. Ini Adalah masalah rutin untuk semua siswa sekolah menengah karena apa yang hendak dilakukan sudah jelas dan secara umum siswa tahu bagaimana menghitungnya.
2.        Masalah tidak rutin lebih menantang dan diperlukan kemampuan kreativitas dari pemecah masalah. Menurut Sternberg dan Ben-Zeev (1996), masalah yang tidak rutin muncul ketika pemecah masalah mempunyai suatu masalah tetapi tidak segera mengetahui bagaimana memecahkannya. Contoh:
Dalam sebuah pesta rakyat, banyak pengunjung pria dibandingkan pengunjung wanita adalah 5 : 2. Bila di antara pengunjung pria itu ada 6 orang yang meninggalkan pesta sebelum pesta usai, maka perbandingan pengunjung pria dan pengunjung wanita menjadi 2 : 1. Tentukan banyak pengunjung pesta rakyat itu?
Soal di atas merupakan soal yang tidak rutin karena apa yang dilakukan tidak jelas. Siswa dapat saja menyelesaikan soal ini dengan jelas tapi salah dalam merepresentasikan masalahnya.
Menurut Sternberg dan Ben-Zeev (1996), beberapa masalah dapat disebut rutin untuk seorang pemecah masalah tetapi tidak rutin untuk orang lain. Jika siswa mengetahui rumus jarak = kecepatan x waktu, dan familiar dengan masalah jarak-kecepatan-waktu, maka soal berikut adalah soal rutin:
Jarak pulau Sulawesi dan pulau Jawa adalah 2240 mil. Seorang nelayan menggunakan sebuah perahu motor berangkat dari pulau Sulawesi pukul 04.30 WITA menuju pulau Jawa dengan kecepatan rata-rata 75 mil/jam. Di tengah diperjalanan ia beristirahat 40 menit sambil memancing ikan. Pada pukul berapakah nelayan tersebut tiba di pulau Jawa?
Di dalam Wikipedia (2008) disebutkan bahwa masalah matematika dapat dibagi atas dua macam, yaitu: (1) masalah dunia nyata (real world problem) atau masalah alami yang lebih abstrak (a problem of a more abstract nature); dan (2) masalah matematika murni itu sendiri (nature mathematics).
Sehubungan dengan masalah yang tidak rutin ini, menurut Polya (dalam Hudojo, 2001), di dalam matematika terdapat dua macam masalah, yaitu: (1) masalah untuk menemukan, dapat teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk teka-teki; dan (2) masalah untuk membuktikan adalah untuk menunjukkan bahwa suatu pernyataan itu benar atau salah - tidak kedua-duanya. Bagian utama dari masalah menemukan adalah: ”Apakah yang dicari? Bagaimana data yang diketahui? Bagaimana syaratnya?”, sehingga masalah seperti ini lebih penting dalam matematika elementer, sedangkan masalah membuktikan lebih penting dalam matematika lanjut. Kedua macam masalah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan siswa mempelajari matematika. Setiap masalah dalam matematika memerlukan pemecahan dan pemecahan itu harus dapat dibuktikan atau dapat dikomunikasikan sehingga dapat diterima oleh orang lain.
D.  Pemecahan Masalah
Pada awal abad ke sembilan belas, pemecahan masalah dipandang sebagai kumpulan keterampilan bersifat mekanis, sistematik, dan seringkali abstrak sebagaimana keterampilan yang digunakan pada penyelesaian soal sistem persamaan. Penyelesaian masalah seperti ini seringkali hanya berlandaskan pada solusi logis yang bersifat tunggal (Kirkley, 2003).
Menurut Garofalo dan Lester (dalam Kirkley, 2003), pemecahan masalah mencakup proses berpikir tingkat tinggi seperti proses visualisasi, asosiasi, abstraksi, manipulasi, penalaran, analisis, sintesis, dan generalisasi yang masing-masing perlu dikelola secara terkoordinasi.
Menurut NCTM (2000) memecahkan masalah berarti menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak dengan mudah menjadi nyata. Sedangkan menurut Polya (dalam Hudoyo, 1979) definisi pemecahan masalah adalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai.
Menurut Polya (Dardiri, 2007) menjelaskan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu aktivitas intelektual yang sangat tinggi sebab dalam pemecahan masalah siswa harus dapat menyelesaikan dan menggunakan aturan-aturan yang telah dipelajari untuk membuat rumusan masalah. Aktivitas mental yang dapat dijangkau dalam pemecahan masalah antara lain adalah mengingat, mengenal, menjelaskan, membedakan, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi.
Selain itu, Dahar (dalam Furqon, 2006) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan manusia yang mengaplikasikan konsep-konsep dan aturan-aturan yang diperoleh sebelumnya. Bila seorang siswa memecahkan masalah secara tidak langsung terlibat dalam perilaku berpikir.

Menurut Polya (1971), solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalahmerencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
Berdasarkan uraian tersebut, pemecahan masalah dalam matematika dipandang sebagai proses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan atau prinsip-prinsip matematika yang telah dipelajari sebelumnya yang digunakan untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi untuk mencapai suatu tujuan yang hendak dicapai. Memecahkan suatu masalah matematika itu bisa merupakan kegiatan menyelesaikan soal cerita, menyelesaikan soal yang tidak rutin, mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari atau keadaan lain dan membuktikan atau menciptakan atau menguji konjektur.
E.  Teori Pendukung Pemecahan Masalah
Menurut Ruseffendi (2006), teori belajar mengajar yang dipergunakan dalam melaksanakan pemecahan masalah adalah campuran: aliran pengaitan itu dipakai, misalnya untuk menghafalkan simbol, arti sesuatu, nama dan lain-lain; aliran psikologi perkembangan dipakai dalam rangka menumbuhkan kreatif siswa, bersikap positif kepada pelajarannya, menumbuhkan bakat siswa, menanamkan pengertian, dan lain-lain; dan aliran tingkah laku juga dipergunakan dalam hal penguasaan yang diperlukan. Walaupun begitu, mengingat sentral pengajaran matematikan adalah pemecahan masalah (yang lebih mengutamakan proses daripada produk), teori belajar mengajar yang akan lebih berperan adalah aliran psikologi perkembangan dari Piaget, Bruner, dan rekan-rekannya yang sepaham.
1.      Teori Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif intelektual seseorang terjadi dalam tiga aspek, yaitu struktur (skemata), isi, dan fungsi. Skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu ketika berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapi. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan seseorang untuk membuat kemajuan-kemajuan intelektual yang terdiri dari organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan seseorang kemampuan untuk mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologi menjadi sistem-sistem yang teratur dan berhubungan. Sedangkan adaptasi merupakan kecendeungan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka yang berbeda antar setiap individu yang dilakukan melalui dua proses, yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam asimilasi, seseorang menggunakan struktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapi lingkungannya. Sedangkan akomodasi seseorang diperlukan untuk memodifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungannya. Piaget juga mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia berkembang menurut empat tahap, yaitu: sensori motor, praoperasional, operasional konkrit, dan operasional formal.
Konsekuensi teori Piaget dalam pembelajaran adalah pembelajaran harus dipusatkan pada proses berpikir atau proses mental, bukan sekedar pada hasilnya. Siswa juga harus diupayakan berperan secara aktif dan berinisiatif sendiri terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Guru harus memaklumi bahwa ada perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan mental anak. Dalam konteks ini, pembelajaran pemecahan masalah sesuai dengan teori Piaget.
2.      Teori Bruner
Menurut Bruner, belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Proses belajar akan berlangsung secara optimal jika proses pembelajaran diawali dengan tahap enaktif (menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata), kemudian ke tahap ikonik (menggunakan modus representasi atau diwujudkan dalam bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi nyata yang terdapat pada tahap enaktif), selanjutnya ke tahap simbolik (pengetahuann direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik simbol verbal, lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya.
Menurut teori Bruner, siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam memecahkan masalah dan guru berfungsi sebagai motivator bagi siswa dalam mendapatkan pengalaman yang memungkinkan mereka menemukan dan memecahkan masalah.
3.      Teori Ausubel
Ausubel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna bila informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa. Dengan belajar bermakna, siswa akan dapat mengingat lebih lama tentang yang ia pelajari, proses transfer belajar menjadi lebih mudah dicapai. Oleh karena itu, maka pembelajaran dengan pemecahan masalah sesuai dengan teori Ausubel karena pembelajaran dengan pemecahan masalah mengarahkan siswa untuk menyelesaikan masalah kontekstual dan inti masalah kontekstual adalah belajar bermakna.
4.      Teori Gagne
Gagne mengidentifikasi lima kategori belajar, yaitu: informasi verbal (verbal information), keterampilan intelektual (intellectual skills), strategi kognitif (cognitive strategies), sikap (attitudes), dan keterampilan motorik (motor skills). Melalui strategi kognitif siswa dapat memanfaatkan cara sendiri sebagai pedoman untuk belajar, berpikir, bertindak, dan merasakan. Sikap digunakan untuk menentukan tindakan pribadi berdasarkan pada pengetahuan internal yang dipahami dan dirasakan. Sehubungan dengan belajar matematika, Gagne menyatakan bahwa dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung (Suherman, 2003). Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ruseffendi (2006) yang menyatakan bahwa dalam belajar matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, objek langsung dan objek tidak langsung. Objek langsung adalah objek matematika yang dapat langsung diberikan kepada siswa seperti fakta, konsep keterampilan, dan prosedur. Sedang objek tak langsung adalah objek yang terjadi sebagai akibat pemberian objek langsung seperti terjadinya transfer belajar, kemampuan inquiry dan problem solving, belajar mandiri (disiplin diri), bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Kedua objek matematika ini dapat diperoleh siswa setiap pelaksanaan pembelajaran guru ataupun ketika siswa belajar sendiri suatu materi matematika. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan ke dalam 8 tipe belajar, yaitu belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah (Suherman, 2003). Kedelapan tipe belajar itu terurut menurut tingkat kesukarannya dari yang mudah ke yang paling sulit. Jadi belajar dengan pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling sulit.
F.   Contoh Masalah dan Bukan Masalah
Masalah tidak rutin lebih menantang dan diperlukan kemampuan kreativitas dari pemecah masalah. Menurut Sternberg dan Ben-Zeev (1996: 32), masalah yang tidak rutin muncul ketika pemecah masalah mempunyai suatu masalah tetapi tidak segera mengetahui bagaimana memecahkannya.
Problem 1:
”Keliling tanah Pak Budi 1200 m. Panjang tanah tersebut adalah 3 kali lebarnya. Ketika terjadi pelebaran jalan, 25 % tanah pak Abdul terkena pelebaran jalan. Harga tanah saat itu Rp. 100.000 per meter2, tetapi oleh pemerintah hanya diganti dengan harga Rp. 40.000 per meter2. Berapakah besar kerugian harga tanah pak Budi?”.
Penyelesaian masalah:
Dik :    Asumsikan tanah Pak Budi berbentuk persegi panjang.
            Keliling, K                              = 1200 m
            Panjang, P                               = 3l     
            Pelebaran jalan, p                    = 25 %
            Harga tanah, q                         = Rp. 100.000,00
            Harga tanah ganti rugi, r         = Rp. 40.000,00
Ditanyakan: Berapakah besar kerugian harga tanah pak Budi?
Langkah pertama, mencari luas persegi panjang,
            K         = 2 [P + L]
            1200    = 2 [(3l )+ l]
            1200    = 2 [4l]
            1200    = 8l
            150 m  = l   , sehingga diperoleh P = 3[150] = 450 m
Maka, Luas persegi panjang
            L = P x L
               = 450 x 150
               = 67.500 m2

Langkah kedua, mencari luas pelebaran jalan Pak Budi,
            Lp = p x luas persegi panjang
               = 25 % x 67.500
               = 16.875 m2, sehingga diperoleh luas tanah yang tidak berdampak ganti rugi, Lq = L – Lq = 67.500 - 16.875 = 50.625 m2
Langkah ketiga, mencari harga tanah keseluruhan Pak Budi,
            Harga tanah keseluruhan = L x q
                                                    = 67.500 x 100.000
                                                    = Rp. 6.750.000.000,00
            Harga tanah setelah pelebaran jalan = Lq x q
                                                                     = 50.625 x 100.000
                                                                     = Rp. 5.062.500.000,00
                                                            Dan,  = Lp x r
                                                                     = 16.875 x 40.000
                                                                     = Rp. 675.000.000,00
Diperoleh,
5.062.500.000,00 + 675.000.000,00 = Rp. 5.737.500.000,00
            Sehingga diperoleh,
            Harga tanah keseluruhan – harga tanah setelah ganti rugi =
            Rp. 6.750.000.000,00 - Rp. 5.737.500.000,00 = Rp. 1.012.500.000,00
Jadi, besar kerugian harga tanah pak Budi adalah Rp. 1.012.500.000,00
Diketahui      : Angka-angka 1, 1, 2, 2,3, 3, 4, dan 4
Ditanya         : Bilangan terbersar yang dapat dibentuk dari 8 angka tersebut
Persyaratan :
·      Kedua angka 1 dipisahkan oleh satu angka
·      Kedua angka 2 dipisahkan oleh dua angka
·      Kedua angka 3 dipisahkan oleh tiga angka
·      Kedua angka 4 dipisahkan oleh empat angka
Problem 2:
                       
                       





Untuk memecahkan masalah diatas, apa yang harus dilakukan? Apakah akan dengan mencoba-coba?. Untuk itu, pada langkah merancang model matematikanya, hal yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat delapan persegipanjang untuk tempat kedelapan angka yang ada, seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini.
 


a             b                c              d              e              f            g        h
Salah satu strategi yang paling mungkin digunakan adalah dengan mencoba-coba. Sesuai dengan rencana, karena bilangan yang akan dicari adalah bilangan dengan nilai terbesar, dapat disimpulkan bahwa yang pertama kali dicoba untuk dimasukkan adalah angka 4 ke kotak persegipanjang paling kiri (kotak a). Disamping itu, diisyaratkan bahwa kedua angka 4 dipisahkan oleh empat angka lain, sehingga dapat disimpulkan lagi bahwa angka 4 kedua harus diisikan ke kotak f sehingga didapat keadaan seperti tabel berikut.
4
4
 


  a            b             c             d            e             f             g            h

Sekali lagi, karena bilangan yang akan dicari adalah bilangan dengan nilai terbesar, langkah berikutnya adalah mencoba memasukkan angka 3 ke kotak b. Namun disyaratkan juga bahwa kedua angka 3 dipisahkan oleh tiga angka lain, sehingga angka 3 kedua harus diisikan ke kotak f juga. Dengan keadaan dimana kotak f terisi angka 4 dan angka 3, percobaan memasukkan angka 3 ke kotak b tidak bisa dilanjutkan. Di dalam pelajaran logika matematika yang berkait dengan pembuktian, keadaan ini dikenal dengan keadaan yang kontradiksi atau tidak masuk akal sehat kita (absurd). Dengan demikian, angka berikutnya yang dapat dicoba dimasukkan ke kotak b adalah 2 sehingga didapat keadaan seperti tabel berikut.
4
2
2
4
 
           a            b             c            d            e             f             g             h
Selanjutnya, dimana kita harus memasukkan angka 1 sedemikian sehingga kedua angka 1 tersebut dipisahkan oleh satu angka lain seperti yang disyaratkan? Tidak bisa bukan? Kesimpulannya, percobaan memasukkan angka 2 ke kotak b dan e tidak bisa dilanjutkan. Kemungkinan yang tersisa adalah memasukkan angka 1 ke kotak b dan d sedemikian hingga kedua angka 1 tadi dipisahkan oleh satu angka lain seperti yang disyaratkan, dan didapat label berikut.
4
1
1

4
 


  a            b             c            d            e             f             g             h
Jika angka 3 dimasukkan ke kotak c maka angka 3 kedua harus dimasukkan ke kotak g sesuai dengan persyaratan bahwa kedua angka 3 dipisahkan oleh tiga angka lain. Terkahir, angka 2 dimasukkan ke kotak e dan h seperti yang disyaratkan, sehingga didapat penyelesaian masalah diatas yaitu :
4
1
3
1
2
4
3
2
 


  a             b             c            d            e            f              g             h
Jadi, Bilangan 41.312.432 yang dihasilkan memenuhi empat syarat pertama yang diminta, yaitu kedua angka 1 dipisahkan oleh satu angka, kedua angka 2 dipisahkan oleh dua angka, kedua angka 3 dipisahkan oleh tiga angka, dan angka 4 dipisahkan oleh empat angka.





















Daftar Pustaka
Cooney et al. 1975. Dynamics of Teaching Secondary School Mathematics. Boston: Houghton Mifflin Company.
Dindyal, J. (2005). Emphasis on Problem Solving in Mathematics Textbooks from Two Different Reform Movements. Johor Baru Malaysia: The Mathematics Education into the 21st Century Project University Tekhnologi Malaysia.
E.T. Ruseffendi, (1988). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk meningkatkan CBSA, (Bandung Trasito, 1988), hal; 335
Hudojo, H. (2001). Common Textbook: Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Edisi Revisi. Malang: JICA - Universitas Negeri Malang.
Kirkley, Jamie. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Plato Learning, Inc. Indiana University.
Polya, G. 1957. How To Solve It. Peinceton University Press
Schoenfeld, A. H. (1985}. Mathematical Problem Solving. Orlando, Florida: Academic Press
Sternberg, R.J. & Ben-Zeev, T. (1996). The Nature of Mathematical thinking . Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wikipedia. (2008b). Problem Statement. U.S: Wikimedia Foundation, Inc.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar